Selasa, 15 November 2011

Harmoni Halloween

2nd place, thank God :)
Halloween writing competition @ Petra 1 SHS.


Harmoni Halloween

Baru kusadari, angkasa telah berangsur-angsur berubah gelap nan pekat saat aku keluar dari toilet. Kulirik arloji, waktu sudah menunjukkan pukul 20.00. Seragam putih abu-abu masih melekat pada tubuhku, belum pulang sejak tadi demi latihan musik untuk acara halloween sekolah bulan depan.

“Lho, Dik Nathan? Belum pulang? Yang lainnya mana?” ucap seseorang tiba-tiba, membuat jantungku hampir melompat dari tempatnya. Rupanya Pak Saiful, satpam sekolah yang memang sudah mengenalku dan teman-teman band saking seringnya kami berlatih hingga larut. “Yang lainnya udah pada pulang, Pak,” ujarku seraya tersenyum. “Saya juga kok, tapi mau ngambil partitur dulu yang ketinggalan di ruang musik.”

Kulangkahkan kembali kakiku dengan gontai ke ruang musik. Alisku bertaut keheranan ketika sayup-sayup terdengar alunan musik. Siapa di dalam? batinku keheranan. Kuputuskan untuk memutar gagang pintu, tampak seorang gadis berpakaian serba putih tengah duduk membelakangiku bermain keyboard.

“Halo?” Aku menyapanya pelan, ragu. Gadis itu berhenti memainkan lagunya, membalikkan badan dan tampak terkejut. Kulitnya putih langsat, berambut hitam panjang yang tergerai. “Ngg, ya?” Suaranya begitu lembut, nyaris tak terdengar. “Ah, aku cuma kemari buat mengambil partitur yang tertinggal. Ngomong-ngomong, aku Nathan, XIA-1. Namamu siapa? Kelas berapa? Kenapa ke sini malam-malam?” “Na-namaku... Anna. Aku pergi dulu, ya.” Ia bangkit dari kursi, tersenyum sekilas padaku sesaat dan berlalu keluar.

Tampaknya ia seorang gadis pemalu, ujarku dalam hati. Parasnya yang manis masih terekam di benakku, membuatku kian bertanya-tanya siapakah dia.

***

“Rumornya sih, sepuluh tahun lalu ada pengisi acara halloween semacam kita ini yang meninggal sesaat sebelum acaranya dimulai karena kecelakaan. Kalau nggak salah sih, dia pemain keyboard-nya.” Rio, sang gitaris, memasang ekspresi tegang kala berkisah pada kami berempat sebagai selingan latihan. “Semenjak itu, sering ada kejadian aneh di ruang musik ini, apalagi kalau malam-malam latihan acara. Suara alunan keyboard padahal nggak ada orangnya, atau... Yah, semacam itu lah.”

Jason, Kevin, dan Leo tampak mendengarkan kisah Rio dengan antusias. Aku? Masa bodoh dengan rumor. Rumor tetaplah rumor, takkan benar-benar terjadi. Tiba-tiba pikiranku melayang pada kejadian semalam, sosok yang berparas manis itu kembali melintas di otak. Tanpa sadar, senyumku merekah.

***

Semburat langit keemasan oleh matahari yang hendak terbenam pada peristirahatannya tengah mewarnai angkasa. Aku duduk sendiri di bangku taman sekolah menunggu jemputan kakak karena pagi ini tiba-tiba motorku rusak. “Nathan?” Kurasakan seseorang menepuk pundakku.

Aku terbelalak mendapati siapa pemilik suara itu. Mulutku menganga, jantungku seakan berhenti berdetak. Gadis itu! “Anna?!” Ia duduk di sampingku, tersenyum manis. “Iya. Kenapa belum pulang? Sekolah udah sepi...” “Lagi nunggu jemputan, tadi juga baru latihan musik buat acara halloween bulan depan,” ujarku sambil tertawa kecil. “Latihan musik? Ah, aku tahu...,” gumamnya pelan. Mata gadis itu menerawang. “Kamu kenapa?” Aku menatapnya cemas. Ia hanya menggeleng cepat, lantas kembali tersenyum. Kuperhatikan wajahnya selagi ia berbicara padaku. Bentuk wajah itu, caranya memandang dan tersenyum... Semuanya, entah mengapa meletupkan kegembiraanku. Sebuah perasaan absurd yang datangnya dari kalbu.

***

Waktu berjalan secepat hembusan angin, tak terasa membawaku pada malam akbar pentas halloween ini. Performa band kami terbilang sangat sukses. Tentu aku turut merasa bahagia, walau ada sepercik kekecewaan pada malam ini. Anna... Batang hidungnya tak terlihat. Padahal, ialah sosok yang paling kutunggu. Aku telah merencanakan segalanya matang-matang, namun semuanya berantakan. Kutapakkan kaki keluar auditorium tempat acara berlangsung dengan setangkai mawar merah di tangan yang kini tak berarti.

Melewati taman, tiba-tiba pandanganku menangkap siluet seseorang yang familiar. Aku memicingkan mata. Seorang gadis berpakaian putih, rambut tergerai panjang... Tak salah lagi, itu dia! Sekejap dadaku berdebar kencang, menunduk menatap mawar di tangan untuk menenangkan diri. Perlahan kuangkat kembali kepalaku, namun sosok itu sudah lenyap. Ke mana Anna?!

Setengah berlari, kuhampiri seorang cleaning service sekolah yang semenjak tadi membersihkan taman. “Pak, liat cewek yang duduk di bangku itu tadi nggak?” Bapak yang telah cukup renta itu menatapku keheranan. “Siapa? Daritadi di sini nggak ada siapa-siapa, kok.” Aku menggelengkan kepala kuat-kuat. Tidak, aku tak mungkin salah. Itu pasti Anna! Buru-buru kulangkahkan kaki ke bangku taman itu dengan kalap. Tanpa sengaja, kakiku menginjak sesuatu. Sebuah liontin dengan inisial A di depannya. A... Anna?!

Kubuka liontin itu perlahan, mendapati foto seorang gadis sedang bermain piano, juga jepret bersama kawan-kawannya di ruang musik sekolah ini. Dan gadis itu... Anna! Kuamati baik-baik, rupanya ada tahun cetak foto kecil itu. Tunggu dulu... 2001? Kenapa bukan 2011?

Entahlah, masa bodoh! Aku buru-buru menunjukkan foto pada liontin itu. “Ini dia ceweknya, Pak. Tadi dia di sini, kan?” Bapak renta itu memperhatikan foto Anna, kemudian terlonjak ketakutan. “Di-dia... Gadis itu...” “Kenapa, Pak?” “Saya tahu dia. Dia murid sekolah ini yang meninggal oleh kecelakaan 10 tahun yang lalu! Tepat, tepat di malam acara seperti hari ini!”

Sekejap, darahku seolah berhenti mengalir. Meninggal oleh kecelakaan... 2001, sepuluh tahun lalu... Malam halloween... Semua itu menerbangkanku pada rumor yang dikisahkan Rio. Bunga mawar yang ada di tanganku terlepas begitu saja. Jadi selama ini Anna, yang sering mengobrol denganku, juga membuatku jatuh cinta, adalah... Arwah? Mataku berkunang-kunang, kurasakan tubuhku terjatuh di tanah sesaat sebelum semuanya berubah menjadi gelap.

Tamat