Sabtu, 07 Mei 2011

"Task" #3: Angela Setiadi



BAHAHAHA, candidnya nggak nahan. :p Foto di atas itu diambil setahun lalu, waktu kami masih mendekam di bangunan SMP MDC lama. Fotografer handalnya? Abbey, kalau nggak salah ingat.

Persis seperti foto di atas itu, persahabatan kami ya begitu. Apa adanya, nggak ada yang disembunyiin, ceplas-ceplos. Omongan yang "tepat sasaran" nggak lantas buat kami tersinggung, malah udah kebal kayaknya. -_- Hehe.

Aku udah ketemu Angel nyaris setiap hari ini udah berapa lama, ya... Nggak tahu, deh. Pokoknya sejak Playgroup, sampai bosen-bosen sendiri. Hahaha. Tapi, berteman lama sama dia - yang well, kadang mengalami pasang-surut :p - buat kami udah mengenal luar-dalam.

Seperti yang aku bilang tadi, Angel itu orangnya ceplas-ceplos. Banget. Kalau ngomong, seringkali nggak dipikir dulu, haha. Semua itu terkadang bikin dia terlihat menyebalkan... Tapi sebenarnya nggak juga, sih. Kami semua tahu, Angel mengatakan itu semua tulus dari hati, buat kebaikan bersama.

Terus, biar banyak orang bilang dia itu diem, tapi sebenarnya salah besar. Iya sih, kalau di luar. Tapi kalau udah mengenal dia baik, dia bakal berubah jadi monster liar... Yang bahkan merupakan salah satu pelopor berubahnya kealiman orang-orang macam Clara dan Fanie. :p Seperti kata Abbey waktu itu, kalau nggak salah: Nggak ada Angel, rasanya atmosfir itu terasa beda.

Nggak cuma menyerocos sana-sini, tapi kata-katanya itu tanpa sadar bisa sangat menyentuh, juga membangun. Kalau boleh kubilang, itulah yang kunamakan sebagai Seni Berbicara. :D hahaha.

Ada satu kalimat Angel dari triliyunan lainnya yang melekat erat di kepalaku sampai sekarang. Kalimat itu meluncur begitu saja saat aku sedang galau-galaunya mengingat Mélodie d'Amour yang tak kunjung selesai. Kata demi kata, baris demi baris, dan paragraf demi paragraf dalam novel itu seakan berjalan lebih lambat dari seekor siput.

Lalu, suatu hari, di sebuah siang yang terik dalam ruang komputer sekolah, Angel 'menantang' untuk buat target sendiri dalam penyelesaian Mélodie d'Amour. Well, tentu saja, target biasanya memang memacu kita untuk bekerja lebih keras. Aku setuju. Tapi sayangnya, sampai hari deadline itu datang, Mélodie d'Amour masih sama sekali belum menyentuh garis tamat.

Waktu itu aku bilang ke Angel, kalau rasanya entah mengapa susah sekali menyelesaikan novel satu itu. Selalu saja ada hal-hal yang mengalihkan perhatianku dari novel itu - which is memang benar - seperti tak lain dan tak bukan... Twitter dan sebangsanya. -_-

Dan hari itu, tanggal 15 November 2010 - aku ingat betul - cuma ada satu kalimat yang dilontarkan gadis mungil hiperaktif itu, "Terus kalau kamu benar-benar jadi penulis nanti dan ada editor yang menangih naskahmu, kamu bakal bilang kalau tulisanmu belum selesai lantara Twitter terasa jauh lebih menggoda?" Asal tahu saja, satu kalimat itu membuatku menyelesaikan Mélodie d'Amour di target selanjutnya.

Terus, waktu Mélodie d'Amour ditolak dan air mata itu luruh? Dengan caranya sendiri, Angel bilang, "Hei katanya ke sini mau seneng-seneng, jalan ke mall buat ngerayain berakhirnya Unas? Jangan nangis lagi, Jess! Kita bentar lagi mau foto, kamu mau kelihatan jelek?"

Seperti yang kubilang, Angel punya caranya sendiri. Mungkin, caranya untuk menunjukkan kalau dia selalu ada buat sahabat-sahabatnya beda sama cara-cara unyu macam milik Abbey dan Fanie. Beda juga dengan cara polos-tapi-touching macam milik Clara. Angel... Dia punya caranya sendiri untuk membuat aku dan kami berempat tahu bahwa dia selalu di sini, ada untuk memberi dukungan sepenuhnya. :)

Ini dia salah satu buktinya lagi, aku capture di malam hari kejadian itu:



Angela Setiadi, sosok aneh bin ajaib yang selalu menorehkan warna baru dalam hidupku dengan caranya sendiri yang begitu absurd. Angel, teman yang selalu ada buat aku, baik di terang ataupun gelap. Angel... Seseorang yang mampu, dan selalu, kusebut "sahabat".

Ngel,
Halo. Satu kata itu yang mampu kuucapkan padamu ;) hahaha. Halo temen sejak Playgroup-ku, temen sok nyastraku, dan kembaran sehidup-sematiku. KEMBARAN, kamu yang bilang lho, ya. Takdir mempertemukan kita kembali di SMA Petra. Jodoh memang nggak akan ke mana-mana... *puke* :p

Terima kasih buat semua warna - baik hitam, putih, maupun warna pelangi - yang udah kamu berikan buat aku. Tanpa kamu, slogan Chitato "life is never flat" itu nggak akan berlaku buat hidupku. Kamu itu seperti apa, ya? Pokoknya, seseorang yang nggak ada duanya. :)

Kamu itu udah jadi sosok yang buat aku belajar banyak, tahu nggak. Untuk jadi seseorang yang kuat dan tegar, nggak meneteskan air mata semudah membalikkan telapak tangan. But one thing you should know... Terkadang, menjadi terlalu tegar itu juga nggak baik, Sayang. Muahaha.

Aku seneng, kita berdua bisa sekolah di SMA yang sama, bareng Fanie pula. Mungkin, semuanya nggak akan segampang di MDC, yang bahkan aku noleh aja langsung liat kamu. Di sana, kelas satu angkatannya aja ada 12, yang artinya murid sana juga berkali-kali lipat dari kita di sini. -_- Semua itu buat kita berdua harus LDR-an, baby.. MUAHAHAHA.

Tapi aku yakin, persahabatan kita nggak bakal berubah. Tetap sama seperti dulu, di mana nggak ada tembok sama sekali untuk menangis dan tertawa sekencang-kencangnya. Tetap jadi seperti ini, Jesslyn dan Angel, sepasang sahabat hiperaktif nan absurd. ;)

Seperti yang aku tulis di celana Irfan Bachdim ulang tahunmu... Aku yakin, kita berlima bakal jadi sahabat sampai sudah keriput nanti. Pasti.

I love you, twin. As always. <3

0 komentar: