Untuk kedua kalinya dalam hidupku, hari ini sesosok makhluk berbalut pakaian serba oranye datang ke rumahku. Kalau bulan September 2010 lalu Setetes Embun Malam, kali ini Mélodie d'Amour.
Mereka berdua pun bertemu, bak sepasang kawan seperjuangan:
Kiri ke kanan:
Setetes Embun Malam bersama kawan seperjuangannya, Mélodie d'Amour.
Mereka berdua pun bertemu, bak sepasang kawan seperjuangan:
Setetes Embun Malam bersama kawan seperjuangannya, Mélodie d'Amour.
Meski sekilas terlihat sama, tapi kedua amplop itu sejatinya tetaplah memiliki beberapa titik perbedaan, yang membuatku menyadari bahwa hidup itu begitu tak mampu diprediksi, berjalan di luar kendali kita.
September 2010 lalu, Setetes Embun Malam mendahuluiku sampai ke rumah, sementara aku sekeluarga masih berlibur di Singapura. Sedangkan April 2011 lalu, bukan amplop Mélodie d'Amour lah yang menampakkan kenyataan terlebih dahulu, tapi sebuah telepon dari sang penerbit.
Namaku tercetak di tengah amplop Mélodie d'Amour dengan lapisan selotip, berbeda dengan Setetes Embun Malam.
Dan satu perbedaan yang paling signifikan...
Baju milik Setetes Embun Malam jauh lebih compang-camping, mengingat kala itu aku merobeknya sedemikian liar saking tak percayanya pada penglihatan sendiri. Sedangkan Mélodie d'Amour? Aku justru mengguntingnya hati-hati, sama sekali tanpa keterkejutan, karena telepon itu sudah berbicara sepenuhnya sebelum ia datang.
Last but not least, aku menguping sedikit percakapan dua makhluk oranye itu.. :p Haha, berikut ulasannya. ;)
MdA: Halo.
SEM: Mélodie d'Amour? Kamu kok bisa di sini? Jadi gimana, berhasil nggak?
MdA: Kalau aku bisa ada di sini, kamu udah tahu jawabannya, kan? ... Aku sama seperti kamu. Nggak, nggak berhasil.
SEM: Namanya juga teman seperjuangan... Hahaha. Tapi yang sabar aja, deh. Pasti kapan-kapan bakal ada teman kita yang baru untuk mewujudkan impian Jesslyn.
MdA: Iya... Semoga aja, ya?
SEM: Uh, kita sama-sama berdoa aja supaya dia nggak gampang nyerah. Asal terus berpegang teguh sama mimpi-mimpinya, aku yakin kok, dia pasti berhasil.
MdA: He'eh. Yah, meskipun impian terbesarnya untuk menerbitkan buku sebelum lulus SMP sudah kandas, tapi toh dia masih punya segudang mimpi-mimpi lainnya. Iya, kan?
SEM: Iya. Dan sekarang, semuanya tergantung dia...
MdA: Aku tahu. Tergantung dia, apa dia memilih untuk kembali bangkit dan berlari, atau justru melepaskan impian-impiannya begitu saja.
SEM: Semoga ada suatu hari yang tiba ya, di mana ia menatap kita berdua lagi dan tersenyum, kemudian bilang, "Ternyata benar, kegagalan adalah awal dari keberhasilan."
September 2010 lalu, Setetes Embun Malam mendahuluiku sampai ke rumah, sementara aku sekeluarga masih berlibur di Singapura. Sedangkan April 2011 lalu, bukan amplop Mélodie d'Amour lah yang menampakkan kenyataan terlebih dahulu, tapi sebuah telepon dari sang penerbit.
Namaku tercetak di tengah amplop Mélodie d'Amour dengan lapisan selotip, berbeda dengan Setetes Embun Malam.
Dan satu perbedaan yang paling signifikan...
Baju milik Setetes Embun Malam jauh lebih compang-camping, mengingat kala itu aku merobeknya sedemikian liar saking tak percayanya pada penglihatan sendiri. Sedangkan Mélodie d'Amour? Aku justru mengguntingnya hati-hati, sama sekali tanpa keterkejutan, karena telepon itu sudah berbicara sepenuhnya sebelum ia datang.
Last but not least, aku menguping sedikit percakapan dua makhluk oranye itu.. :p Haha, berikut ulasannya. ;)
MdA: Halo.
SEM: Mélodie d'Amour? Kamu kok bisa di sini? Jadi gimana, berhasil nggak?
MdA: Kalau aku bisa ada di sini, kamu udah tahu jawabannya, kan? ... Aku sama seperti kamu. Nggak, nggak berhasil.
SEM: Namanya juga teman seperjuangan... Hahaha. Tapi yang sabar aja, deh. Pasti kapan-kapan bakal ada teman kita yang baru untuk mewujudkan impian Jesslyn.
MdA: Iya... Semoga aja, ya?
SEM: Uh, kita sama-sama berdoa aja supaya dia nggak gampang nyerah. Asal terus berpegang teguh sama mimpi-mimpinya, aku yakin kok, dia pasti berhasil.
MdA: He'eh. Yah, meskipun impian terbesarnya untuk menerbitkan buku sebelum lulus SMP sudah kandas, tapi toh dia masih punya segudang mimpi-mimpi lainnya. Iya, kan?
SEM: Iya. Dan sekarang, semuanya tergantung dia...
MdA: Aku tahu. Tergantung dia, apa dia memilih untuk kembali bangkit dan berlari, atau justru melepaskan impian-impiannya begitu saja.
SEM: Semoga ada suatu hari yang tiba ya, di mana ia menatap kita berdua lagi dan tersenyum, kemudian bilang, "Ternyata benar, kegagalan adalah awal dari keberhasilan."
0 komentar:
Posting Komentar