Jumat, 14 Januari 2011

Those Reasons

Kalau aku dilahirkan sebagai anak tunggal, mungkin aku tak akan pernah melihat kakakku menulis cerpen di komputer kamar kami.

Kalau aku tak pernah melihatnya mengetik cerpen, mungkin aku tak akan pernah merasa 'ingin menang'.

Kalau aku tak pernah merasa 'ingin menang' darinya, mungkin aku tak akan pernah mencoba menulis novel.

Kalau aku tak pernah menulis novel pertamaku, J2D, mungkin aku tak akan pernah tahu betapa jelek dan haramnya sebuah novel yang tak diberi paragraf.

Kalau setelah J2D aku berhenti, mungkin novel-novel menggelikanku macam Niko & Nisa, I'm Veronica dan 'satu-novel-lagi-yang-benar-benar-tak-berjudul' tak akan pernah lahir.

Kalau novel-novel menggelikan itu tak pernah lahir, mungkin aku tak akan pernah belajar menciptakan sebuah judul yang menarik.

Kalau Angel tak pernah yang janjian denganku untuk sama-sama membuat cerita tentang persahabatan, mungkin aku tak akan pernah menulis novel tak suksesku yang hanya berjumlah 13 halaman, D' Precious Friendship.

Kalau bukan karena novel gagal itu, Angel tak akan pernah menyarankanku untuk mengirim naskah novel ke Kecil-Kecil Punya Karya (Well, meski memang pada akhirnya aku tidak mengikuti saran itu :p).

Kalau Angel tak pernah menyarankan hal-hal semacam itu, mungkin tak akan pernah terlintas setitik pun ide untuk mempublikasikan tulisanku.

Terbang ke SMP kelas 2..
Dan seterusnya. :p

Kalau Ma'am Putri tidak pernah meminta kelas kami membuat cerpen di salah satu tes Bahasa Indonesia, mungkin aku tak akan pernah mencoba menulis cerpen.

Kalau aku tak pernah mencoba menulis cerpen saat itu, mungkin ide laluku untuk menerbitkan buku tak akan pernah di-refresh ulang.

Kalau saat itu pikiranku tak pernah di-refresh ulang, mungkin aku tak akan pernah mencoba membuat novel lagi.

Kalau saat itu aku tak pernah mendapat cobaan itu (HAHAHA! >:D), mungkin Unpredictable Missing Puzzle tidak akan pernah lahir.

Kalau novel 156 halaman itu tak pernah lahir, mungkin tak akan ada teman-teman yang pernah membacanya.

Kalau teman-teman tak pernah membaca novel itu, mungkin hingga sekarang aku tak pernah menyadarinya betapa aku memiliki kawan-kawan ajaib yang selalu mendukungku kapan pun.

Kalau aku tak pernah sadar akan dukungan-dukungan itu, mungkin aku akan berhenti di tengah jalan karena merasa jalan menuju mimpiku terlalu jauh.

Kalau bukan karena Unpredictable Missing Puzzle, mungkin aku tak akan pernah sadar betapa jeleknya tulisanku saat itu.

Kalau aku tak pernah sadar betapa jeleknya tulisanku saat itu, mungkin aku tak akan pernah mencoba membuat novel baru lagi, Setetes Embun Malam.

Kalau aku tak pernah menulis Setetes Embun Malam, mungkin aku tak akan pernah memulai titik awalku, mencoba mengirimkan naskahku ke salah satu penerbit.

Kalau aku tak pernah mengirimkan naskah novel itu ke penerbit tersebut, mungkin aku juga tak akan pernah mendapatkan amplop oranye yang berisi pemberitahuan bahwa naskahku ditolak.

Kalau bukan karena naskahku yang ditolak dalam hitungan satu minggu, mungkin aku tak akan pernah termotivasi untuk melanjutkan Mélodie d'Amour dan menyelesaikannya secepatnya.

Kalau aku tak mencoba menyelesaikan Mélodie d'Amour, mungkin aku tak akan pernah mengirimkannya ke penerbit itu lagi.

Kalau aku tak pernah mencoba mengirim novel itu, barangkali.. aku tak ada di sini, terbang, sedikit takut terhempas, namun tak dapat berhenti.

*

What I can say is, everything happens for a reason.

Mungkin kadang-kadang kita terhempas, bertanya-tanya mengapa hal itu harus terjadi.
Seperti aku.

But, well, seperti yang aku bilang, semua itu pasti ada alasannya. :D
Meski yang di atas itu cuma catatan seorang gadis cemen yang bermimpi menjadi penulis, tapi aku sudah bisa nge-list sebanyak itu.
Padahal, yah, lingkupnya cuma novel.

Bagaimana dengan yang lainnya?
Pasti masih banyak.
Dan tak jarang pula, kita terjatuh.

Namun, apa gunanya berhenti?

Tuhan tahu yang terbaik.
Dan Dia, seperti biasa, selalu punya waktu yang terbaik untuk rencana terbesarNya.

0 komentar: