Selasa, 15 November 2011

Harmoni Halloween

2nd place, thank God :)
Halloween writing competition @ Petra 1 SHS.


Harmoni Halloween

Baru kusadari, angkasa telah berangsur-angsur berubah gelap nan pekat saat aku keluar dari toilet. Kulirik arloji, waktu sudah menunjukkan pukul 20.00. Seragam putih abu-abu masih melekat pada tubuhku, belum pulang sejak tadi demi latihan musik untuk acara halloween sekolah bulan depan.

“Lho, Dik Nathan? Belum pulang? Yang lainnya mana?” ucap seseorang tiba-tiba, membuat jantungku hampir melompat dari tempatnya. Rupanya Pak Saiful, satpam sekolah yang memang sudah mengenalku dan teman-teman band saking seringnya kami berlatih hingga larut. “Yang lainnya udah pada pulang, Pak,” ujarku seraya tersenyum. “Saya juga kok, tapi mau ngambil partitur dulu yang ketinggalan di ruang musik.”

Kulangkahkan kembali kakiku dengan gontai ke ruang musik. Alisku bertaut keheranan ketika sayup-sayup terdengar alunan musik. Siapa di dalam? batinku keheranan. Kuputuskan untuk memutar gagang pintu, tampak seorang gadis berpakaian serba putih tengah duduk membelakangiku bermain keyboard.

“Halo?” Aku menyapanya pelan, ragu. Gadis itu berhenti memainkan lagunya, membalikkan badan dan tampak terkejut. Kulitnya putih langsat, berambut hitam panjang yang tergerai. “Ngg, ya?” Suaranya begitu lembut, nyaris tak terdengar. “Ah, aku cuma kemari buat mengambil partitur yang tertinggal. Ngomong-ngomong, aku Nathan, XIA-1. Namamu siapa? Kelas berapa? Kenapa ke sini malam-malam?” “Na-namaku... Anna. Aku pergi dulu, ya.” Ia bangkit dari kursi, tersenyum sekilas padaku sesaat dan berlalu keluar.

Tampaknya ia seorang gadis pemalu, ujarku dalam hati. Parasnya yang manis masih terekam di benakku, membuatku kian bertanya-tanya siapakah dia.

***

“Rumornya sih, sepuluh tahun lalu ada pengisi acara halloween semacam kita ini yang meninggal sesaat sebelum acaranya dimulai karena kecelakaan. Kalau nggak salah sih, dia pemain keyboard-nya.” Rio, sang gitaris, memasang ekspresi tegang kala berkisah pada kami berempat sebagai selingan latihan. “Semenjak itu, sering ada kejadian aneh di ruang musik ini, apalagi kalau malam-malam latihan acara. Suara alunan keyboard padahal nggak ada orangnya, atau... Yah, semacam itu lah.”

Jason, Kevin, dan Leo tampak mendengarkan kisah Rio dengan antusias. Aku? Masa bodoh dengan rumor. Rumor tetaplah rumor, takkan benar-benar terjadi. Tiba-tiba pikiranku melayang pada kejadian semalam, sosok yang berparas manis itu kembali melintas di otak. Tanpa sadar, senyumku merekah.

***

Semburat langit keemasan oleh matahari yang hendak terbenam pada peristirahatannya tengah mewarnai angkasa. Aku duduk sendiri di bangku taman sekolah menunggu jemputan kakak karena pagi ini tiba-tiba motorku rusak. “Nathan?” Kurasakan seseorang menepuk pundakku.

Aku terbelalak mendapati siapa pemilik suara itu. Mulutku menganga, jantungku seakan berhenti berdetak. Gadis itu! “Anna?!” Ia duduk di sampingku, tersenyum manis. “Iya. Kenapa belum pulang? Sekolah udah sepi...” “Lagi nunggu jemputan, tadi juga baru latihan musik buat acara halloween bulan depan,” ujarku sambil tertawa kecil. “Latihan musik? Ah, aku tahu...,” gumamnya pelan. Mata gadis itu menerawang. “Kamu kenapa?” Aku menatapnya cemas. Ia hanya menggeleng cepat, lantas kembali tersenyum. Kuperhatikan wajahnya selagi ia berbicara padaku. Bentuk wajah itu, caranya memandang dan tersenyum... Semuanya, entah mengapa meletupkan kegembiraanku. Sebuah perasaan absurd yang datangnya dari kalbu.

***

Waktu berjalan secepat hembusan angin, tak terasa membawaku pada malam akbar pentas halloween ini. Performa band kami terbilang sangat sukses. Tentu aku turut merasa bahagia, walau ada sepercik kekecewaan pada malam ini. Anna... Batang hidungnya tak terlihat. Padahal, ialah sosok yang paling kutunggu. Aku telah merencanakan segalanya matang-matang, namun semuanya berantakan. Kutapakkan kaki keluar auditorium tempat acara berlangsung dengan setangkai mawar merah di tangan yang kini tak berarti.

Melewati taman, tiba-tiba pandanganku menangkap siluet seseorang yang familiar. Aku memicingkan mata. Seorang gadis berpakaian putih, rambut tergerai panjang... Tak salah lagi, itu dia! Sekejap dadaku berdebar kencang, menunduk menatap mawar di tangan untuk menenangkan diri. Perlahan kuangkat kembali kepalaku, namun sosok itu sudah lenyap. Ke mana Anna?!

Setengah berlari, kuhampiri seorang cleaning service sekolah yang semenjak tadi membersihkan taman. “Pak, liat cewek yang duduk di bangku itu tadi nggak?” Bapak yang telah cukup renta itu menatapku keheranan. “Siapa? Daritadi di sini nggak ada siapa-siapa, kok.” Aku menggelengkan kepala kuat-kuat. Tidak, aku tak mungkin salah. Itu pasti Anna! Buru-buru kulangkahkan kaki ke bangku taman itu dengan kalap. Tanpa sengaja, kakiku menginjak sesuatu. Sebuah liontin dengan inisial A di depannya. A... Anna?!

Kubuka liontin itu perlahan, mendapati foto seorang gadis sedang bermain piano, juga jepret bersama kawan-kawannya di ruang musik sekolah ini. Dan gadis itu... Anna! Kuamati baik-baik, rupanya ada tahun cetak foto kecil itu. Tunggu dulu... 2001? Kenapa bukan 2011?

Entahlah, masa bodoh! Aku buru-buru menunjukkan foto pada liontin itu. “Ini dia ceweknya, Pak. Tadi dia di sini, kan?” Bapak renta itu memperhatikan foto Anna, kemudian terlonjak ketakutan. “Di-dia... Gadis itu...” “Kenapa, Pak?” “Saya tahu dia. Dia murid sekolah ini yang meninggal oleh kecelakaan 10 tahun yang lalu! Tepat, tepat di malam acara seperti hari ini!”

Sekejap, darahku seolah berhenti mengalir. Meninggal oleh kecelakaan... 2001, sepuluh tahun lalu... Malam halloween... Semua itu menerbangkanku pada rumor yang dikisahkan Rio. Bunga mawar yang ada di tanganku terlepas begitu saja. Jadi selama ini Anna, yang sering mengobrol denganku, juga membuatku jatuh cinta, adalah... Arwah? Mataku berkunang-kunang, kurasakan tubuhku terjatuh di tanah sesaat sebelum semuanya berubah menjadi gelap.

Tamat

Kamis, 25 Agustus 2011

25.08.11

LIFE IS UNPREDICTABLE.
Time flies, and dream comes true...


This is such a surprise for me. :')
Everything has its own time..
And I thank You LORD for answering my prayer, today.

Senin, 20 Juni 2011

Thanksgiving 2011



Take Off

Hidup adalah sebuah perjalanan. Dan kita, bagaimanapun, tak akan pernah hanya diam dalam satu titik. Ada saat-saat di mana perjalanan itu membawa kita untuk lepas landas menuju titik lain dalam kehidupan itu sendiri. Seperti Take Off, tema Thanksgiving tahun ini. :)

Dua hal yang paling nggak terlupakan, adalah ketika video Pyramid yang dibawakan secara lipsync bergantian oleh grade 9 diputar. :D woot! Juga, performance nekad kita yang baru dilatih 1 hari, ngedance (?) pakai lagunya Party Rock Anthem.



*

And yes, it was the LAST day. Mungkin rutinitas kami untuk bertemu lima hari seminggu berakhir di malam Thanksgiving itu. Ada yang tetap melanjutkan di SMA yang sama memang, tapi ada juga yang pindah, bahkan ke luar kota.

Thank you for everything. I won't forget those beautiful moments, our togetherness. <3 You guys are forever the best.

Sayonara!

Selasa, 14 Juni 2011

Farewell Student Fellowship



Hahaha nggak kelihatan, ya?
Well, sudahlah. -_-

Seperti namanya - FAREWELL - Student Fellowship ini memang SF terakhir yang kami ikuti di jenjang SMP, sekaligus jadi perpisahan. Karena itu, yang terakhir ini, semua rangkaian acaranya dipegang sama grade 9 sendiri. :)

Fireflies Camp

Itu judul yang kita ambil bareng. Suasananya benar-benar didekor seperti camp yang digelar di tengah hutan, teman-teman grade 7 dan 8 jadi campers-nya). Tujuannya, "membentuk setiap pribadi supaya punya sinar masing-masing untuk dipancarkan, seperti kunang-kunang". :)

'Camp'nya ini diawali dengan 3 'lessons': Courage, Self-image, Attractiveness. Setiap lesson, kita datengin 'bintang profesioal' di bidangnya masing-masing. Seperti Courage dengan Evan Budi sebagai Briptu Norman, Self-image dengan Jovan sebagai Elvis, dan Attractiveness dengan Davin sebagai... Justin Bieber. Woot! :3

Setelah 'lessons'nya pada selesai, ada drama singkat dari Karina-Vano. Believe it or not, drama itu cuma dirancang plus dilatih selama beberapa menit aja, mengingat rencana A kita nggak berhasil. LOL. ;)

Habis itu, semua 9 Graders dan Mr. Hadi + Mr. Wira perform dengan lagu Yeah 3x. Hahaha. Nggak nyanyi, lah. Tapi pakai permainan senter yang nggak bisa dijelaskan pakai kata-kata, juga ada lypsinc sama dance. Wheee!

Acara selama kira-kira 1,5 jam ini ditutup dengan kesan-pesan dan klip tentang Grade 9. :')

Fireflies Camp was AMAZING.
Sayang banget, aku nggak punya foto pas acaranya, padahal dekornya keren sekali -_- thanks to Mr. Waldi buat bimbingannya! :D

I miss the moment :) seandainya waktu bisa diulang, aku pasti bakal milih untuk terjun kembali ke acara itu, biar persiapannya serepot apapun.


I love you all!

Kamis, 09 Juni 2011

Farewell - Batu

DAY 1
23rd April 2011


Bedroom 2: Abbey, Angel, Clara, Fanie, Jesslyn, Kim A :)
Kim's the camerawoman, Fanie's in the toilet.

Jatim Park I








BNS








Day 1, what an unforgettable moment. Semua kegiatan dilakuin di luar, malemnya baru balik lagi ke villa, main kartu. :p Believe it or not... Permainan sesepele ceblek nyambuk bisa jadi super exciting kalau dilakuin bareng teman-teman.


Mah face X_X

Mereka semua - terutama Clara dan Fanie yang gila itu - berhasil bikin aku melampui 'batas keberanian'ku sendiri. Hahaha. Teman-teman yang lain juga sih, bikin aku mau main banyak permainan yang biasanya aku takuti. Anything, karena ini udah kebersamaan yang terakhir...

I've missed those moments so damn much.


DAY 2
24th April 2011

Free (QUALITY) Time :p








Pool Party








BBQ







Day 2, endless togetherness. Kita semua stay di villa seharian full, mempererat kebersamaan satu sama lain, dan menjadikan hari itu sebagai hari yang nggak akan terlupakan selamanya. Malam itu, aku melihat bintang terterang dan terindah dalam hidupku...

Dan well, selesai BBQ, aku, Sonia, Fefe, Angel, Fanie, Clara, Abbey, Kim A, pada nangis-nangisan di kamar. -_- Kim A nangisnya paling heboh.


DAY 3
25th April 2011

Paginya, acara kesan-pesan. Suaraku udah habis, jadi semuanya pada sunyi waktu aku ngomong, giliran pertama lagi :p hahaha. Terus bergiliran, sampai entah pada orang ke berapa, tetesan-tetesan air mata mulai luruh...

Setetes, dua tetes, tak dapat berhenti. Semua cewek nangis. Acara kesan-pesan jadi bersimbah air mata, kami saling duduk berdekatan dengan teman-teman terdekat. Setiap kata dalam kesan-pesan itu nggak ada satupun yang luput dari pendengaran kami. Semuanya kita dengar, kita resapi, dan kita tangisi... Sungguh.

Aku berusaha nggak nangis lagi dengan bercanda sama Abbey kalau softlensku lama-lama bisa lepas kalau nangis terus. Abbey juga bilang, nggak mau nangis lagi karena tissue-nya udah habis. Hahaha. Tapi, nggak mempan... Setiap dengar kesan-pesan dari teman-teman lagi, air mata itu kembali terjatuh.

Alhasil, sekitar jam 12.30 kalau nggak salah, kami ber-33 + guru-guru pulang dengan mata sembap. Setidaknya, buat kita, semua siswi nggak terkecuali. Buat aku dan Sonia, plus beberapa orang lainnya, kita dapat bonus oleh-oleh lagi - suara habis. :)

Diakhiri dengan makan di Ayam Goreng Bu Sri, rangkaian acara perpisahan kami benar-benar... Selesai.

***

Foto-foto yang terukir di atas itu hanya satu banding sejuta dari momen indah yang sebenarnya terjadi. Aku yakin, sampai kapanpun, nggak akan pernah ada hal yang benar-benar bisa menggambarkan momen itu dengan tepat.

I would give anything just to have another unforgettable moment with all of you, guys. Aku selalu berharap, waktu itu bisa terulang. But, life must go on...

Aku jadi teringat akan kata-katanya Gio. "Aku nggak mau ikut perpisahan, soalnya aku nggak mau berpisah..." Yah, tapi apa daya, waktu tak dapat ditaklukkan. Pada akhirnya, setiap perjumpaan pasti menemui titik perpisahan.

Seperti kami.

Rabu, 08 Juni 2011

Hello, Goodbye.

Why does it take a minute to say hello and forever to say goodbye?
Hidup itu terkadang.. Ironis sekali. Kata "hello" dan "goodbye" memang sifatnya berlawanan, tapi kau lihat apa? Keduanya sama sekali nggak bisa dipisahkan. Setiap perjumpaan, pasti akan menemui titik perpisahan pada akhirnya..

Aku sendiri, sudah mengalaminya berulang kali. Tapi jujur saja, yang kali ini rasanya jauh lebih berat dari biasanya... Rasa yang bisa - magically - membuatku sama sekali nggak excited di hari libur pertama ini.

MDC, rasanya sudah menjadi rumah kedua untuk aku. Tempatku berada selama 12 tahun, lima hari seminggu secara rutin. Bisa dibayangkan, kalau sekolah ini terasa sudah mendarah-daging? ;)

Dari dulu, semua orang selalu nanya, "Kamu sekolah di mana?" - dan aku selalu menjawab, "MDC", nggak pernah berubah. Aku mengalaminya sendiri, dari waktu orang selalu nanya lagi, "Di mana itu MDC? Nggak pernah denger." hahaha. Tapi sekarang sih, udah lumayan eksis. :D

Namun bulan depan, ketika orang-orang kembali bertanya aku sekolah di mana, jawabannya nggak akan sama lagi... Salah satu contoh sepele, yang membuatku berat sekali untuk menerima perpisahan itu.

Ada beberapa momen berharga terakhir sebelum aku benar-benar berpisah sama teman-teman, dan semuanya nggak akan terlupakan. Mulai dari perpisahan di Batu tempo hari, lalu Farewell Student Fellowship, sampai Thanksgiving kemarin malam...

Semua kenangan indah itu, sayang sekali rasanya bila tak ditorehkan menjadi sebuah cerita yang diukir dengan sepenuh hati. Biarlah semua itu akan selalu - setidaknya bagi diriku sendiri - dikenang sepanjang masa. :)

See you soon! xo

Minggu, 22 Mei 2011

Farewell Gathering

23rd-25th May 2011,
@ Villa Panderman, Batu.

WOOHOO, I'M JUST HYPED!
We're gonna have lots of fun, guys ;)
Funfunfun. Lol.

Quote of The Week:
"Aku nggak mau ikut perpisahan, soalnya aku nggak mau berpisah.."
-Giovanno Zefanya

Senin, 09 Mei 2011

"Task" #4: Stefanie Ibrahim



Persahabatan dengan Fanie, penuh canda tawa persis seperti foto di atas. :D To be exact.. Biasanya kejadiannya adalah begini: Aku gangguin Fanie, Fanie ketawa, kita berdua ketawa, lalu dia mukul aku. -_- Oke, nggak juga, sih. Terkadang tragedi pemukulan itu juga mulainya dari tanganku, hahaha.

Sahabat sama seorang Stefanie Ibrahim itu serasa sahabatan sama profesor sekaligus ibu rumah tangga yang baik. Profesor, saking briliannya dia.. Juga ibu rumah tangga yang baik, yang selalu perhatian sama anak-anaknya (baca: kami berempat) dan yang paling serba bisa.

Jadi semua itu membawa sebuah sebutan eksklusif buat Fanie... PERFECT MAMA!

Oh ya, sama seperti Angel, aku udah ketemu si Fanie ini hampir setiap hari sejak... Playgroup. -_- Plus, les balet yang kadang-kadang bisa sekelas, walau nggak selalu. Terus, ditambah lagi, les aritmatika bareng! Whoa. Ketemu Fanie mah, udah jadi makanan sehari-hari.

Aku jadi ingat satu cerita, yang jujur aku nggak ingat kejadiannya, tapi Fanie yang ingat. Waktu itu, kita berdua habis selesai les aritmatika, Fanienya datang ke rumahku buat tunggu jemputan. Tapi.. Berhubung waktu kecil aku terbiasa tidur siang.. Fanie aku tinggal tidur. -_- SAMPAI AKHIRNYA, DIA NANGIS. Aku jadi mikir, kenapa dulu aku polos (baca: jahat) sekali? Ngik.

Tapi, lepas dari kejadian-kejadian masa kecil itu, Fanie tetap jadi seorang sahabat yang baik buat aku. Baik banget, malah. Udah berulangkali aku buat salah sama dia, tapi dia itu dewasa banget, tulus buat maafin kesalahan-kesalahan orang.

Fanie juga selalu ada buat aku. Kalau lagi sedih, dia selalu bisa tenangin aku, seringkali dengan kata-kata yang tanpa sadar terasa sangat menyentuh. Aku ingat sekali, waktu dulu lagi masa galau-galaunya perihal urusan hati bareng teman-teman kelas 8A, tiap kali aku nangis, Fanie selalu menepuk pundakku dan bilang, "Wes, jangan nangis lagi, Jess." :)

Dan satu kata-katanya yang paling nggak bisa aku lupakan, waktu Mélodie d'Amour dibalikkin dan air mata itu luruh, Abbey ngasih aku selembar tissue. Terus, Fanie bilang, "Udah, satu aja mintanya, nggak boleh lebih. Soalnya kamu nggak boleh nangis lagi." :') FANIE, YOU KNOW WHAT, AKU JADI TAMBAH PENGEN NANGIS TERHARU.

Seorang Stefanie Ibrahim, sosok yang selalu aku kagumi. Ketulusan hatinya, kedewasaannya, cara dia memberi perhatian buat teman-temannya tanpa minta balasan. Fanie, sosok yang nggak ada duanya, dan nggak akan lupain seumur hidup.

Fan,
YOOOO PERFECT MAMA, WE'LL MEET AGAIN! Haha iya kan, berhubung kita satu SMA, meski nggak sekelas. Hehe. I'm hyped tahu, karena untungnya aku bisa tetap satu sekolah lagi sama seorang perfect mama yang bisa aku pukulin sepuasnya. :') Hehehe.

Mungkin aku adalah salah satu orang paling beruntung karena punya sahabat kayak kamu. Sahabat yang bukan cuma ada waktu senang, tapi juga waktu duka. Sahabat yang nggak cuma buat cengengesan, tapi juga sosok yang bisa buat aku belajar banyak untuk bertambah dewasa. Thanks for everything, darling. ;)

Seperti kataku buat teman-teman lain, aku juga percaya, kalau kita berdua pasti tetap sahabatan sampai keriput nanti. Kita akan tetap sahabatan, sampai kamu benar-benar jadi ibu rumah tangga, karena tentunya lagi-lagi aku harus belajar banyak dari kamu. :p

Oh ya, aku doain ya Fan, supaya hasil Unasmu bisa tercapai sesuai target. IYA DONG, PERFECT MAMA YANG MERANGKAP JADI PROFESOR -_- hahaha. Tapi, apapun nilainya, kita berdua tetap harus bersyukur, Fan. Walaupun susah, mengingat kita berdua adalah makhluk perfeksionis yang menyebalkan. Hahahhaa.

Last but not least, dear.. Everything happens for a reason, termasuk urusan cinta. Suatu saat nanti, misteri itu akan terkuak, dan kau akan tersenyum melihatnya, apapun yang terjadi.

I LOVE YOU SO MUCHHHH FANIE! :D xoxoxoxoxoxo.

P.S: Anda galau? Hubungi saya, sedia 24 jam.

Sabtu, 07 Mei 2011

"Task" #3: Angela Setiadi



BAHAHAHA, candidnya nggak nahan. :p Foto di atas itu diambil setahun lalu, waktu kami masih mendekam di bangunan SMP MDC lama. Fotografer handalnya? Abbey, kalau nggak salah ingat.

Persis seperti foto di atas itu, persahabatan kami ya begitu. Apa adanya, nggak ada yang disembunyiin, ceplas-ceplos. Omongan yang "tepat sasaran" nggak lantas buat kami tersinggung, malah udah kebal kayaknya. -_- Hehe.

Aku udah ketemu Angel nyaris setiap hari ini udah berapa lama, ya... Nggak tahu, deh. Pokoknya sejak Playgroup, sampai bosen-bosen sendiri. Hahaha. Tapi, berteman lama sama dia - yang well, kadang mengalami pasang-surut :p - buat kami udah mengenal luar-dalam.

Seperti yang aku bilang tadi, Angel itu orangnya ceplas-ceplos. Banget. Kalau ngomong, seringkali nggak dipikir dulu, haha. Semua itu terkadang bikin dia terlihat menyebalkan... Tapi sebenarnya nggak juga, sih. Kami semua tahu, Angel mengatakan itu semua tulus dari hati, buat kebaikan bersama.

Terus, biar banyak orang bilang dia itu diem, tapi sebenarnya salah besar. Iya sih, kalau di luar. Tapi kalau udah mengenal dia baik, dia bakal berubah jadi monster liar... Yang bahkan merupakan salah satu pelopor berubahnya kealiman orang-orang macam Clara dan Fanie. :p Seperti kata Abbey waktu itu, kalau nggak salah: Nggak ada Angel, rasanya atmosfir itu terasa beda.

Nggak cuma menyerocos sana-sini, tapi kata-katanya itu tanpa sadar bisa sangat menyentuh, juga membangun. Kalau boleh kubilang, itulah yang kunamakan sebagai Seni Berbicara. :D hahaha.

Ada satu kalimat Angel dari triliyunan lainnya yang melekat erat di kepalaku sampai sekarang. Kalimat itu meluncur begitu saja saat aku sedang galau-galaunya mengingat Mélodie d'Amour yang tak kunjung selesai. Kata demi kata, baris demi baris, dan paragraf demi paragraf dalam novel itu seakan berjalan lebih lambat dari seekor siput.

Lalu, suatu hari, di sebuah siang yang terik dalam ruang komputer sekolah, Angel 'menantang' untuk buat target sendiri dalam penyelesaian Mélodie d'Amour. Well, tentu saja, target biasanya memang memacu kita untuk bekerja lebih keras. Aku setuju. Tapi sayangnya, sampai hari deadline itu datang, Mélodie d'Amour masih sama sekali belum menyentuh garis tamat.

Waktu itu aku bilang ke Angel, kalau rasanya entah mengapa susah sekali menyelesaikan novel satu itu. Selalu saja ada hal-hal yang mengalihkan perhatianku dari novel itu - which is memang benar - seperti tak lain dan tak bukan... Twitter dan sebangsanya. -_-

Dan hari itu, tanggal 15 November 2010 - aku ingat betul - cuma ada satu kalimat yang dilontarkan gadis mungil hiperaktif itu, "Terus kalau kamu benar-benar jadi penulis nanti dan ada editor yang menangih naskahmu, kamu bakal bilang kalau tulisanmu belum selesai lantara Twitter terasa jauh lebih menggoda?" Asal tahu saja, satu kalimat itu membuatku menyelesaikan Mélodie d'Amour di target selanjutnya.

Terus, waktu Mélodie d'Amour ditolak dan air mata itu luruh? Dengan caranya sendiri, Angel bilang, "Hei katanya ke sini mau seneng-seneng, jalan ke mall buat ngerayain berakhirnya Unas? Jangan nangis lagi, Jess! Kita bentar lagi mau foto, kamu mau kelihatan jelek?"

Seperti yang kubilang, Angel punya caranya sendiri. Mungkin, caranya untuk menunjukkan kalau dia selalu ada buat sahabat-sahabatnya beda sama cara-cara unyu macam milik Abbey dan Fanie. Beda juga dengan cara polos-tapi-touching macam milik Clara. Angel... Dia punya caranya sendiri untuk membuat aku dan kami berempat tahu bahwa dia selalu di sini, ada untuk memberi dukungan sepenuhnya. :)

Ini dia salah satu buktinya lagi, aku capture di malam hari kejadian itu:



Angela Setiadi, sosok aneh bin ajaib yang selalu menorehkan warna baru dalam hidupku dengan caranya sendiri yang begitu absurd. Angel, teman yang selalu ada buat aku, baik di terang ataupun gelap. Angel... Seseorang yang mampu, dan selalu, kusebut "sahabat".

Ngel,
Halo. Satu kata itu yang mampu kuucapkan padamu ;) hahaha. Halo temen sejak Playgroup-ku, temen sok nyastraku, dan kembaran sehidup-sematiku. KEMBARAN, kamu yang bilang lho, ya. Takdir mempertemukan kita kembali di SMA Petra. Jodoh memang nggak akan ke mana-mana... *puke* :p

Terima kasih buat semua warna - baik hitam, putih, maupun warna pelangi - yang udah kamu berikan buat aku. Tanpa kamu, slogan Chitato "life is never flat" itu nggak akan berlaku buat hidupku. Kamu itu seperti apa, ya? Pokoknya, seseorang yang nggak ada duanya. :)

Kamu itu udah jadi sosok yang buat aku belajar banyak, tahu nggak. Untuk jadi seseorang yang kuat dan tegar, nggak meneteskan air mata semudah membalikkan telapak tangan. But one thing you should know... Terkadang, menjadi terlalu tegar itu juga nggak baik, Sayang. Muahaha.

Aku seneng, kita berdua bisa sekolah di SMA yang sama, bareng Fanie pula. Mungkin, semuanya nggak akan segampang di MDC, yang bahkan aku noleh aja langsung liat kamu. Di sana, kelas satu angkatannya aja ada 12, yang artinya murid sana juga berkali-kali lipat dari kita di sini. -_- Semua itu buat kita berdua harus LDR-an, baby.. MUAHAHAHA.

Tapi aku yakin, persahabatan kita nggak bakal berubah. Tetap sama seperti dulu, di mana nggak ada tembok sama sekali untuk menangis dan tertawa sekencang-kencangnya. Tetap jadi seperti ini, Jesslyn dan Angel, sepasang sahabat hiperaktif nan absurd. ;)

Seperti yang aku tulis di celana Irfan Bachdim ulang tahunmu... Aku yakin, kita berlima bakal jadi sahabat sampai sudah keriput nanti. Pasti.

I love you, twin. As always. <3

Jumat, 06 Mei 2011

"Task" #2: Clara Felicia

Aww, coba tebak foto itu diambil kapan? Dua tahun lalu, waktu aku sama Clara sama-sama terdampar di kelas 7B yang saat itu dapat tugas sebagai door greeter Student Fellowship, dan kami memilih tema Kartini, kalau tidak salah. Nggak cocok, ya? Ya, sudahlah. :p

Clara, oh, Clara. Baru mau ngetik aja, rasanya udah kehabisan kata-kata.

Seperti yang pernah aku bilang, aku ketemu Clara pertama kali di SD Masa Depan Cerah, tepat kelas saat kelas 1. Aku nggak seberapa ingat sih, waktu itu aku sudah dekat apa nggak sama dia, tapi yang jelas, mama-mama kita udah dekat duluan rasanya gara-gara sama-sama datang dari Medan. :p

Pertama kali aku kenal Clara, aku langsung dapat first impression yang mudah sekali diingat. Pokoknya, kalau ingat dia, pasti langsung terbayang di otakku akan bando-bando Disney besar, terus pakaian warna-warni ceria.

Tapi, ternyata nggak sesederhana itu. Semakin lama aku kenal dia, semakin banyak juga yang aku sadari. Clara ini orangnya polos, selalu tersenyum, terus yang paling bikin aku kagum adalah bagaimana seringkali dia bisa menyihir orang-orang... Dengan ucapan polosnya, tentu saja.

Terus, Clara yang cantik nan baik hati ini juga rasanya jarang sekali marah. Dia seperti... Apa, ya? Bisa menghadapi segalanya dengan kepala dingin. Kalaupun bukan segalanya, paling tidak, hampir semuanya, lah. Biarpun polos, tapi terkadang dialah yang jadi paling dewasa di antara kami berlima. Juga, yang paling nggak gampang panik - di samping Fanie, mungkin.

Aku masih ingat satu kejadian di kantin. Waktu itu, aku lagi makan es krim coklat dengan lahapnya bak orang nggak pernah makan 10 hari. Terus, di sela-sela 'penjilatan-sana-sini' itu, aku baru sadar kalau es krimnya mau meleleh.

Bisa ditebak, akunya langsung panik. Takut lelehan es krimnya jatuh di seragam, tapi juga nggak mau es krimnya meleleh di meja. Aku yang udah teriak-teriak kayak korban kebakaran cuma ditanggapi Clara dengan satu kalimat, "Aku bukain kotak makanmu ya, Jess?" Jelas, maksudnya supaya lelehan es krim itu jatuh di kotak makanku yang udah kosong aja. Kenapa nggak kepikiran, ya.. -_- Tapi, Clara bisa.

Terus, aku juga kembali melayang ke masa-masa kelas 7. Aku sama Clara saat itu dekat sekali, sama Angel juga khususnya. Waktu itu, aku sama Angel lagi masa labil-labilnya, norak-noraknya, pokoknya ridiculous sekali, kalau mau diingat-ingat. Tapi biar begitu, beda dengan kami berdua, Clara malah jadi sosok yang paling dewasa, bahkan bisa dikatakan jadi obat penawar kehiperaktifan aku dan Angel yang terkadang mematikan. :p

Pokoknya, aku banyak banget belajar dari Clara ini. Untuk jadi sosok yang baik hati, nggak pendendam, murah senyum, sabar, juga mau berteman dengan siapa saja. Oh ya, dan nggak lupa... Untuk jadi cewek yang super rapi dengan tulisan tangan super bagus juga. Hahaha.

Oh, ya! Last but not least, perlu diketahui bahwa saat ini seorang Clara Felicia sudah nggak sealim dan sepolos dulu lagi. Semenjak bersahabat baik dengan kami berempat, dia juga kian LIAR. ;) Siapa lagi, kalau bukan tertular aku, Angel, juga Abbey. Sementara yang dulunya alim kayak Clara cuma satu = Fanie. 3 VS 1? Secara matematis, KALAH TELAK. Jadi, no wonder kenapa Clara bisa segila sekarang. ;) We've created a MONSTER.

Tapi, jangan sepenuhnya salahkan kami bertiga - aku, Angel, Abbey. Karena bagaimana pun, keliaran Clara ini juga cukup banyak disebabkan oleh... Satu kata nan absurd dengan lima huruf di dalamnya. Sebuah rasa yang tentu pernah melekat dalam hati kita semua. Semoga kau mengerti maksudku. Sekian.

Clar,
Memang iya, sebentar lagi kita nggak akan satu sekolah lagi. Aku di Petra sama Angel dan Fanie, sementara kamu di Gloria sama SALAH SATU SOULMATEKU. Ha-ha you know who I mean. ;)

One thing for sure, I'm gonna miss you A LOT. Aku tahu, akan ada banyak hal yang nggak mungkin bisa aku rasakan lagi, karena semua itu nggak lain dan nggak bukan cuma bisa aku rasakan sama kamu. Momen bagaimana kita karaoke berlima dan aku menunggu-nunggu sampai kamu nangis misalnya, atau ketika aku heboh sendiri waktu kami bilang "I love you too :)" ke aku lewat SMS.

Jangan pernah melupakanku ya, Clara sayang. Hahahaha. Semoga kamu maafin semua kesalahan-kesalahanku, dari kelas 1 SD sampai 3 SMP ini. Aku sendiri juga pasti akan memaafkan kesalahan-kesalahanmu... Walaupun sampai sekarang aku lagi mikir, memangnya kamu pernah punya salah apa sama aku. :p Well, rasanya malah nggak pernah. -_-

Terima kasih sudah (tanpa sadar) mengajari aku banyak hal, terutama untuk jadi orang yang lebih rendah hati dan sabar. Terima kasih juga buat semua usahamu untuk nenangin aku, di saat-saat paling genting sekalipun. Biarpun seringkali kamu nggak bisa ngomong banyak, tapi percayalah Clar, kata-kata yang sedikit itu sudah sangat-sangat berpengaruh untuk aku. :)

Dan, yang nggak boleh dilupakan! Aku tahu kamu udah bosen denger kata-kata ini dari aku dan teman-teman: Kalau udah punya pacar, jangan lupa bilang-bilang! Lol. Bercanda memang, tapi kalau serius juga nggap apa-apa, sih. ;) Yang pasti, aku akan selalu ada buat kamu. Jodoh itu nggak akan ke mana-mana Clar, biarlah waktu yang berbicara.

Aku yakin, kamu pasti tetap bisa berteman dekat sama aku, Abbey, dan Angel... Juga lebih dekat lagi dengan soulmate-mu, Fanie. Bahahahaha.

I LOVE YOU, CLARA! I'M FALLING FOR YOU! *wink* LOL you know what I mean! Tons of love from me, xx.

"Task" #1: Abigail Natasha


Hahahaha. Foto autis di atas itu diambil waktu Retreat Unas bulan Januari lalu. Gila banget, rasanya baru aja, tapi sekarang sudah... Mei. Yeah, fantastis.

Anyway, tepat seperti foto itu, begitulah persahabatanku dan monster satu ini. Nggak ada hari tanpa menyebarkan virus hiperaktif. Canda dan tawa ibaratnya sudah jadi makanan sehari-hari. Ceria, seceria warna-warni Teletubbies. :p

Tapi, rasanya nggak ada yang bisa menyangka.. Kalau sepasang sahabat liar ini dulunya nggak pernah terpikir sekalipun kalau kami akan berteman baik. To be exact... Dulunya kita bahkan musuhan. WHOA.

Memang, tentu saja nggak sampai jambak-jambakan rambut. Well, aku juga nggak seberapa ingat detailnya, sih. Cuma yang aku tahu, aku sama Abbey ini benar-benar jauh dari kata 'teman dekat'. Hahaha.

Sepertinya, sejak dulu Tuhan memang ingin kita bersahabat baik. Tapi, yah.. Memang kaminya aja yang baru dekat waktu duduk di bangku SMP. Kenapa aku bisa bilang begitu? Nah.

Jadi, sebenarnya, selain ketemuan hampir setiap hari di TK Benih Kasih, kami berdua juga selalu ketemu seminggu sekali di les balet, namanya Center Point. Oke, tolong jangan tanya kenapa aku bisa terdampar di dunia itu. Nyatanya aku dan Abbey sendiri sampai sekarang masih suka tertawa-tawa sendiri mengingat masa-masa itu.

Ini adalah salah satu potret kami, di pentas balet:



HAHAHAHAHAHAHA.
Oh ya, itu ada Fanie juga tuh, tapi dia lesnya beda hari kalau nggak salah sama aku dan Abbey :p

Jadi, begitulah. Waktu bergulir dan kami berdua tambah dekat, khususnya sejak kelas delapan. Nggak tahu kenapa, rasanya banyak sekali kesamaan dari kami. Di samping sama-sama menyimpan potensi hiperaktif terselubung, saat itu kami berdua juga sama-sama, ehm, patah hati.

Dengan modal melankolis yang sama-sama mengalir dalam darah masing-masing, kami berdua seperti tenggelam dalam kesakitan itu, namun sambil berpegangan tangan bersama. Saling menguatkan.

Aku ingat sekali, saat itu hari-hari yang tampaknya hanya sehambar hitam-putih kami lalui bersama teman-teman kelas 8A yang (anehnya) juga... Patah hati. Lucu, ya? Well, itulah misteri hidup.

Lagu-lagu mellow Vierra jadi makanan sehari-hari. Curahan demi curahan hati saling kami bagi, apalagi kalau tak bicara tentang dua sosok lelaki itu. Dan satu hal yang cukup gila menurutku adalah... Kami berdua sama-sama menangis saat membaca puisi di depan kelas untuk Tugas Bahasa Indonesia. Sungguh.

Well, patah hati itu memang pahit rasanya... Tapi setidaknya kami berdua bisa memetik satu hikmah. Lewat masa-masa sesusah penjajahan Indonesia oleh Belanda itu, persahabatan kami jadi semakin kuat. Kami tahu, bahwa sahabat sejati adalah orang yang menemani di suka-duka, saling menguatkan, saling ada untuk satu sama lain.

Oh ya, sebelum kalian berpikir yang tidak-tidak... Kami berdua, good newsnya, sudah merdeka dari masa-masa penjajahan hati itu. :p

Hari demi hari silih berganti, kelas delapan usai sudah, berganti kelas sembilan. Aku sama Abbey memang sudah nggak sekelas lagi, tapi kami tetap kumpul bareng sama teman-teman yang lain, dan yang terpenting, tetap menjadi apa yang kami berdua sebut "sahabat".

Bey,
Seperti yang kamu pernah bilang ke aku, waktu SMA nanti mungkin akan ada banyak hal yang berubah. Kita udah nggak bisa sedekat sekarang, ketemuan tiap hari, ketawa bareng tiap saat, bahkan jalan ke kantin sama-sama untuk makan es krim sambil mengeluh kenapa badan ini kian menggendut.

Tapi satu hal yang pasti, kamu harus tahu, kalau kita berdua bakal tetap jadi sahabat sampai keriput nanti. Kita berdua akan jadi nenek-nenek paling manis sejagat raya... Tahu kenapa? Karena persahabatan bikin kita tersenyum terus, jadinya awet muda. Hahaha.

Ehm, kalau aku ada salah sama kamu (...aku tahu, ada banyak. -_-), mohon dimaafkan. Jangan pernah lupakan sahabatmu yang satu ini ya, karena aku sendiri nggak akan pernah lupain kamu. ;)

Anyway, aku akan sangat merindukan banyak hal. Bagaimana kita dulu bikin novel masing-masing di ruang perpustakaan lama, bagaimana kita cekikikan di belakang kelas sementara guru di depan mengajar, bagaimana kita berdua jalan ke kantin dan mendapati Smartcard kita sama-sama kosong melompong, bahkan bagaimana teman-teman bilang kita lesbi -_-, juga... Semuanya. SEMUANYA, tanpa terkecuali.

Tapi, jangan galau lagi, ya. Kalau galau jangan disimpen sendiri, tapi dibagi sama kita berempat. Kalau McDonald siap 24 jam, begitu pulalah aku. Karena seperti katamu di SMS (yang masih aku simpan di Saved Messages sampai sekarang):

"Iya :')
Beda sekolah bukan halangan bg kita untuk tetep jadi best friend!
Iloveyouall! :)"


No more mellow, say no to galau...

I love you. SO MUCH. *srot* :') eks o eks o.

Persahabatan, Dunia Baru, Pelangi.

"Each friend represents a world in us, a world possibly not born until they arrive, and it is only by this meeting that a new world is born."
-Anais Nin


Gurat wajah ceria kami berlima:
Para monster kecil yang bertransformasi menjadi robot perkasa yang kaya oleh nilai-nilai persahabatan.


Ya, tepat sekali. Mereka berempat adalah monster-monster kecil nan ganas dalam caranya masing-masing yang membuatku menemukan dunia yang baru, dunia yang penuh warna dengan pelangi di atasnya.

Kau tahu apa, sejatinya kami berlima telah berjumpa sejak belasan tahun lalu. Bagaimana tidak, kami berlima sudah satu sekolah sejak SD, bahkan Playgroup. Aku sudah terbiasa dengan guratan wajah Angel dan Fanie sejak Playgroup, Abbey sejak TK, dan Clara sejak SD kelas 1.

Tapi, terkadang waktu sendiri juga butuh waktu (jika kau mengerti maksudku? :p) untuk berbicara. Kami berlima sih nggak lantas dekat saat itu juga.. Nyatanya persahabatan butuh proses, butuh waktu. Pasang-surut? Hal biasa.

Bagaimana pun, Tuhan memang punya rencananya sendiri. :) Beranjak SMP, kami berlima kian dekat bak gaya tarik-menarik kutub magnet utara dan selatan. Saat itulah, seperti yang kubilang, dunia baru dengan pelangi di atasnya itu menampakkan diri.

Hanya saja, hari demi hari terus bergulir. Waktu bukannya berjalan lagi, tapi terbang. Meroket, tepatnya. Setelah belasan tahun terbiasa melihat wajah-wajah mereka lima hari seminggu, dalam hitungan bulan mungkin, tak akan bisa seperti itu lagi.

SMA, tempat kami berlabuh pada jalan masing-masing, hahaha. Well, Abbey akan tetap ada di MDC, Clara di Gloria, sedangkan aku, Angel, dan Fanie, akan melanjutkan masa seragam putih abu-abu itu di Petra.

Jadi, kita bisa bilang... Postingan blog ini plus yang selanjut-selanjutnya akan aku dedikasikan khusus untuk mereka. ;) Semoga saja kata-kataku di postingan-postingan itu nggak terdengar seperti... Pidato di pemakaman. Ha-ha.

So let's see if I could complete these 'tasks' or not - berurutan persis di foto atas - Abbey, Clara, Angel, Fanie. :) I love you, gorgeous monsters. Sampai jumpa di postingan-postingan selanjutnya! Muahahaha.

SAYONARA!

Selasa, 03 Mei 2011

Percakapan Dua Makhluk Oranye

Untuk kedua kalinya dalam hidupku, hari ini sesosok makhluk berbalut pakaian serba oranye datang ke rumahku. Kalau bulan September 2010 lalu Setetes Embun Malam, kali ini Mélodie d'Amour.

Mereka berdua pun bertemu, bak sepasang kawan seperjuangan:

Kiri ke kanan:
Setetes Embun Malam bersama kawan seperjuangannya, Mélodie d'Amour.

Meski sekilas terlihat sama, tapi kedua amplop itu sejatinya tetaplah memiliki beberapa titik perbedaan, yang membuatku menyadari bahwa hidup itu begitu tak mampu diprediksi, berjalan di luar kendali kita.

September 2010 lalu, Setetes Embun Malam mendahuluiku sampai ke rumah, sementara aku sekeluarga masih berlibur di Singapura. Sedangkan April 2011 lalu, bukan amplop Mélodie d'Amour lah yang menampakkan kenyataan terlebih dahulu, tapi sebuah telepon dari sang penerbit.

Namaku tercetak di tengah amplop Mélodie d'Amour dengan lapisan selotip, berbeda dengan Setetes Embun Malam.

Dan satu perbedaan yang paling signifikan...

Baju milik Setetes Embun Malam jauh lebih compang-camping, mengingat kala itu aku merobeknya sedemikian liar saking tak percayanya pada penglihatan sendiri. Sedangkan Mélodie d'Amour? Aku justru mengguntingnya hati-hati, sama sekali tanpa keterkejutan, karena telepon itu sudah berbicara sepenuhnya sebelum ia datang.

Last but not least, aku menguping sedikit percakapan dua makhluk oranye itu.. :p Haha, berikut ulasannya. ;)

MdA: Halo.
SEM: Mélodie d'Amour? Kamu kok bisa di sini? Jadi gimana, berhasil nggak?
MdA: Kalau aku bisa ada di sini, kamu udah tahu jawabannya, kan? ... Aku sama seperti kamu. Nggak, nggak berhasil.
SEM: Namanya juga teman seperjuangan... Hahaha. Tapi yang sabar aja, deh. Pasti kapan-kapan bakal ada teman kita yang baru untuk mewujudkan impian Jesslyn.
MdA: Iya... Semoga aja, ya?
SEM: Uh, kita sama-sama berdoa aja supaya dia nggak gampang nyerah. Asal terus berpegang teguh sama mimpi-mimpinya, aku yakin kok, dia pasti berhasil.
MdA: He'eh. Yah, meskipun impian terbesarnya untuk menerbitkan buku sebelum lulus SMP sudah kandas, tapi toh dia masih punya segudang mimpi-mimpi lainnya. Iya, kan?
SEM: Iya. Dan sekarang, semuanya tergantung dia...
MdA: Aku tahu. Tergantung dia, apa dia memilih untuk kembali bangkit dan berlari, atau justru melepaskan impian-impiannya begitu saja.
SEM: Semoga ada suatu hari yang tiba ya, di mana ia menatap kita berdua lagi dan tersenyum, kemudian bilang, "Ternyata benar, kegagalan adalah awal dari keberhasilan."

Kamis, 28 April 2011

28.04.11

Tanggal 14 September 2010, seharusnya aku tengah menulis untaian kata di blog ini, bercerita akan lembaran hari-hariku di Singapore bersama keluarga saat liburan. Tapi, rencana yang sejatinya telah kususun beberapa hari sebelumnya itu pupuslah sudah oleh kedatangan sebuah "paket spesial". Pengembalian Setetes Embun Malam dengan cap gagal, yang tentu saja membuatku beralih topik dan menulis tentangnya.

Hari ini, tepat tanggal 28 April 2011, seperti dejavu - membawaku terbang dengan mesin waktu merasakan kembali kejadian di masa lalu, namun dengan cara dan situasi yang berbeda. Detik ini, seharusnya aku tengah menulis bagaimana masa perangku dengan Monster Unas sudah usai. Namun, kenyataan yang agaknya penuh pilu membuatku (sekali lagi) berganti topik dan menulis tentangnya...

***



Ukiran Sejarah

Mélodie d'Amour

1. Penjilidan: 09.12.10 - 12:01
2. Pengiriman ke kantor pos: 10.12.10 - 12:51
3. Peneleponan ke Penerbit GagasMedia (#1): 14.03.11 - 15.03
4. Peneleponan ke Penerbit GagasMedia (#2): 06.04.11 - 14:05

Hari ini, tepat tanggal 28 April 2011, ukiran sejarah itu harus menorehkan sebaris kalimat baru...


.
5.
Ditolak: 28.04.11 - 14:39

***

Seperti ritual biasa, hari ini kami berlima - aku, Abbey, Angel, Clara dan Fanie - pergi merayakan kebebasan kami dari jerat Monster Ujian, kali ini UNAS. Dan seperti biasa juga, destinasi kami tak lain dan tak bukan adalah Supermall.

Aku ingat sekali. Diawali dengan duduk di salah satu rumah makan dalam mall itu, Fanie yang duduk di sebelahku tiba-tiba menyeletuk, "Gimana kabar novelmu, Jess?" Dan saat itu, aku cuma berkata ringan kalau sama sekali belum ada kabar dari GagasMedia.

Lalu, di Trimedia beberapa saat kemudian. Aku dan Abbey langsung menuju ke pojok kanan ruangan, tempat novel-novel karya anak bangsa maupun luar negeri diletakkan. Sambil menggenggam novel baru Remember When karya Winna Efendi, Abbey tiba-tiba melontarkan sebuah pertanyaan untukku, "Kamu pernah nggak, Jess, bayangin kalau novelmu akan terpajang di antara novel-novel ini? Terus, kamu udah kebayang belum, pengen cover yang gimana?"

"Udah sering." Aku menjawab cepat, sambil tertawa kecil. "Cover? Aku belum mikir sampai sejauh itu. Tapi melihat sebuah novel dengan namaku tercetak di atasnya saja sudah lebih dari cukup, karena itu artinya impianku telah tercapai."

*FAST FORWARD*

Tak begitu lama dari percakapan-percakapan yang rasanya simpel itu, sebenarnya. Usai karaoke, kami berlima langsung ke toko DVD. Mereka berempat yang maniak film berkeliling sana-sini, membuatku tampak seperti alien yang tersesat di Planet Bumi.

Sampai tiba-tiba... Aku merasakan ponselku bergetar. Suara Chipmunk yang kupasang sebagai ringtone berteriak nyaring minta diangkat. Kuraih benda kotak itu dari kantong, terkesiap membaca nama penelepon dan buru-buru keluar dari ruangan itu. Penelepon itu...

GagasMedia.

"Kalau ditolak, naskahmu akan langsung dikembalikan. Tapi kalau diterima, kamu akan menerima e-mail atau telepon dari kami." Kata-kata dari GagasMedia itu dalam sekejap terngiang di telinga, membuatku menekan tombol answer dengan keoptimisan yang membuncah.

***

Kenyataan tak selalu sama dengan imajinasi yang menari dalam kepalamu. Satu kalimat itu kurasa bisa menggambarkan segalanya dengan cukup baik.

Langsung saja. Sejatinya, bukan kabar baik yang kudengar. Penerbit itu hanya menelepon untuk menanyakan alamatku yang lebih jelas, karena naskah Mélodie d'Amour-ku akan segera dikembalikan.

Dengan kata lain... Naskahku ditolak.

Jika kubilang rasanya seperti guntur yang menyambar di telinga, sebenarnya tak begitu berlebihan. Nyatanya memang terdengar seperti itu. Abbey berdiri di sampingku dengan senyum lebar, tapi aku hanya menggeleng tanpa kata.

Seusai sambungan telepon itu putus, aku cuma mengeluarkan satu kata: "Ditolak."

Angel, Clara, dan Fanie setengah berlari menghampiriku kala itu. Mereka yang sepertinya juga kehabisan kata - tak berbeda jauh denganku - hanya mengucapkan namaku berulangkali: "Jess..."

Air mataku luruh. Setetes, dua tetes, tiga tetes... Tak dapat berhenti.

***

Aku tidak akan berpura-pura tegar. Penantian akan kabar Mélodie d'Amour selama lebih dari empat bulan yang berakhir seperti ini bisa dibilang terasa cukup menyakitkan.

Tapi aku tahu, persis seperti kata sahabat-sahabatku itu, aku harus segera menghapus air mataku dan terus melanjutkan perjalanan menyongsong impian itu. Jangan pernah menyerah, jangan pernah menyerah, kata mereka berulang kali.

Bahkan waktu Abbey menawarkan tissuenya untukku, Fanie bilang, "Udah Jess, hapus tuh air matanya. Tapi minta tissuenya sekali aja ya, nggak boleh lebih. Soalnya kamu nggak boleh nangis lagi."

Mungkin terkesan hiperbola, tapi seusai mendengar kata-katanya itu, rasanya air mata ini hendak menetes lagi. Kali ini, air mata haru...

Ya. Mereka berlima - baik Abbey, Angel, Clara, maupun Fanie - benar.

Aku tak boleh melepaskan impianku begitu saja. Yah, meski mimpi untuk menerbitkan buku sebelum lulus SMP memang sudah pupus, tapi aku masih punya segudang impian lain yang menunggu untuk bertransformasi menjadi kenyataan.

Mungkin saja SMP bukan waktu yang tepat, tapi hal yang lebih baik lagi sudah menungguku di ujung sana. Di SMA mungkin? - sekali lagi, kata-kata dari mereka berlima yang entah keberapa kalinya mulai menjahit kembali sayapku yang telah koyak sebelumnya.

Aku jadi teringat akan kata-kata seorang guruku, Mr. Wira, di salah satu sesi Pelajaran Karakter. Mimpi itu baru benar-benar disebut impian ketika kamu memperjuangkannya hingga titik darah terakhir. Seperti Martin Luther, misalnya.

Aku juga ingat akan ucapanku tentang impian di berjibun postingan-postingan sebelumnya. Seperti postingan tepat sebelum ini misalnya. "Namun satu hal yang kutahu, apapun yang terjadi, takkan kubiarkan api ini redup, apalagi lenyap terbawa angin.." Dan aku, tentu saja tak ingin kata-kata itu hanyalah menjadi omong kosong belaka.

Satu lagi.. Yah, penantian lebih dari empat bulan yang berakhir gagal ini barangkali menurut orang adalah penantian yang sia-sia. Tapi bagiku, perjalanan ini benar-benar berarti, mengajarkanku banyak hal yang tak terhitung harganya.

Bagaimanapun, aku bukan seorang Superwoman yang punya hati sekuat baja. Terhempas dalam meraih impian tentu saja akan membekaskan segores kesedihan. Aku dan kamu tentu saja sama-sama pernah merasakannya, kan?

Tapi aku cuma ingin mengatakan satu hal. Seperti kata-kata sahabat-sahabatku, kesuksesan itu butuh proses jatuh-bangun. Berhasil tanpa pernah terjatuh? Terdengar janggal, karena sejatinya tak ada kesuksesan yang tak diawali dengan kegagalan. Karena dari kegagalan itulah kita belajar, iya kan?

Percayalah, kalau impianmu akan menjadi kenyataan. :) Aku pun akan melakukan hal yang sama. Dan suatu hari nanti, kita akan sama-sama bertemu di ujung sana, dengan impian di genggaman yang telah menjelma menjadi kenyataan.

Dreams come true...

"If at first you don't succeed, try, try, try again. Success is achieved through an iterative process of learning from mistakes."

***

Setelah mengucurkan air mata beberapa saat, mereka membuatku berhasil tersenyum lepas dan menggelikan seperti ini:


Hebat, ya?
Memang.

P.S: Kurasa hampir mustahil bagimu jika ingin mendapatkan sahabat terbaik, karena yang terbaik telah menjadi milikku. ;) hahaha.

Senin, 25 April 2011

Thrice

Postingan untuk:
24.04.11

Semalam aku kembali bermimpi kalau naskahku, Mélodie d'Amour, ditolak. Bunga tidur itu entah mengapa terasa nyata, terlebih karena mimpi itu telah datang untuk ketiga kalinya dalam tidurku...

Tapi, semua itu takkan menyurutkan impianku. Tanpa bongkahan-bongkahan mimpi ini, apalah jadinya hidupku? Akankah ia mempunyai arti lagi?

Aku sadar. Keluarga dan sahabat-sahabatku, merekalah orang-orang tiada duanya yang mengajariku banyak hal dalam impian ini. Untuk tak letih percaya pada untaian doa yang kupanjatkan, untuk tak pernah menyerah, untuk mengejar mimpi itu sampai kapan pun.

Aku memang tak tahu, apakah akhir bulan ini Mélodie d'Amour akan kembali dengan cap gagal, maupun menjelma menjadi e-mail yang barangkali akan mengubah hidupku sepenuhnya.

Namun satu hal yang kutahu, apapun yang terjadi, takkan kubiarkan api ini redup, apalagi lenyap terbawa angin.. Karena seperti kata sahabatku, Angel, bermimpi itu bukan tentang sejak kapan, tapi sampai kapan.

Selasa, 19 April 2011

Metamorphosis

And here is the new look ;)
Whataya think?

P.S: Gonna change the header and url soon.

Minggu Tenang

Waktu nggak berjalan, tapi terbang.

Yah, satu kalimat itu sudah bisa menjabarkan segalanya, kan? Bagaimanapun, busur waktu berputar secepat cahaya tanpa mampu dihentikan. Monster Unas tengah menjajah murid SMA, dan untuk SMP? Tinggal menunggu hari, 25 April 2011.

Seperti yang kukatakan tadi, kita nggak pernah mampu melakukan apapun untuk menghentikan waktu. Bahkan hingga matahari terbit dari utara sekalipun, jarum jam hanya akan berputar 24 kali dalam sehari.

Kita memang nggak bisa menghentikan putaran waktu, juga nggak bisa menunda kedatangan Monster Unas. Tapi satu hal yang pasti, kita masih bisa kok, mempersiapkan diri yang sebaik-baiknya buat melawan monster itu.

Seminggu penuh ini, minggu tenang untuk aku dan teman-teman menjelang Unas. Salah satu minggu paling menentukan: apakah nantinya kita akan menaklukkan monster itu, atau justru ia yang menaklukkan kita.

Seperti kata Mr. Hadi kemarin.. Biarlah Kamis depan - tepat tanggal 28 April 2011 jam 10.00 lebih satu detik - kita semua bisa mengucap syukur karena rupanya segala doa yang dipanjatkan dan sekelumit kerja keras yang dicurahkan itu memberi hasil yang layak, yang terbaik.

"Do the best and God will take the rest."

Jumat, 15 April 2011

...

Dreams, oh dreams, will you transform into reality?

Minggu, 10 April 2011

10.04.11

Hari ini tanggal 10 April 2011.
Tepat empat bulan sejak aku mengirimkan Mélodie d'Amour bersama sebongkah impianku.

Tapi satu hal yang pasti, tak ada secarik amplop oranye yang duduk miris di dalam kotak posku, maupun sebuah e-mail yang akan mengubah hidupku selamanya.

Segala penantian ini masih berlanjut..

Senin, 04 April 2011

W = F.S

Meraih impian itu teorinya sama seperti teori usaha dalam rumus fisika.

W (usaha) = F (gaya) x S (jarak)

Ya, meraih impian itu memang perlu usaha.

Namun kadang kala, ketika kita sudah mendorong kemampuan (baca: gaya) kita semaksimal mungkin, kita justru nggak berani bergerak (baca: jarak) selangkah untuk meraih impian itu. Takut gagal lah, takut ini, takut itu. Padahal, gaya itu nggak ada artinya kalau jaraknya tetap dalam posisi nol.

Seperti aku dulu, misalnya. Menulis siang-malam demi merampungkan sebuah novel, tapi ketika novel itu sudah jadi.. Malah nggak berani mengirimkannya ke penerbit.

Aku sudah menapakkan kaki selangkah, mengirimkan novel itu hampir empat bulan silam demi meraih impianku. Apakah langkah itu benar-benar memberi jarak? Tentu.

Tapi hari ini, pertanyaannya sudah berbeda: apakah usaha yang dihasilkan benar-benar sudah cukup untuk meraih impian?

Kita akan lihat nanti. Belum ada yang tahu, bahkan sampai detik ini.

Lantas, gimana kalau usaha itu benar-benar belum cukup?

Cuma ada dua pilihan: kembali mencurahkan dari awal gaya dan jarak itu untuk menghasilkan usaha yang cukup, atau membiarkan keduanya tetap dalam posisi nol hingga akhir hayat.

Well, semua orang punya cerita masing-masing dalam dunia impiannya. Bagaimana denganmu? Apa yang akan kau pilih? :)

P.S: Terima kasih untuk Angel - penggagas ide ini sekaligus pengisi baterai semangatku.

Rabu, 30 Maret 2011

Pendar Mimpi

Cerpen untuk Writing Session tanggal 24 Maret 2011, dengan tema yang ditentukan, 'Wishes'. :) Ya, sebuah cerita kilat yang ditulis di sela-sela pembuatan makalah ekonomi. Ha-ha-ha.


Pendar Mimpi



Kepalaku keoranyeanku yang baru saja membara berpendar memancarkan kehangatan tersendiri yang bagiku bak awal kehidupan yang begitu berarti. Tetesan yang perlahan-lahan luruh dari kepala melumuri badan berbentuk angka ‘17’-ku, hangat, nyaman bukan buatan. Semua atmosfir ini, seakan sengaja memanjakanku dalam detik-detik akhir hidup.

Make a wish, Kimberly! Make a wish and blow out the candles!”

Aku mendengar semarak di sekelilingku, menyoraki sang primadona malam ini: Kimberly. Dengan balutan gaun merah marunnya, kulihat seulas senyum bahagia terpancar dari wajahnya. Gadis itu, tuanku. Gadis itu, pencipta awal kehidupanku—sekaligus gadis yang akan mengakhiri detik-detik bara kebahagiaanku dalam hidup yang singkat ini.

Rambut sepunggung gadis itu menutupi sebagian wajahnya, namun dapat kulihat jelas kala kelopak matanya mulai terpejam. Bibir tipisnya bergoyang-goyang lembut, berucap dalam hati...

Nafasku tercekat. Dadaku bergejolak, jantung ini berdegub di luar kontrol. Ya, katakanlah begitu. Lelehan hangat dari kepalaku yang terbakar masih melumuri tubuh angka ‘17’-ku... Namun kini tak terasa lagi. Ya, aku mati rasa. Perasaan ini, yang selalu menyelubungiku kala aku tahu hidupku akan berakhir sebentar la...

Pfftt...

Tepuk tangan teman-teman gadis bernama Kimberly yang tengah merayakan ulang tahun ketujuh belasnya itu membahana seiring dengan hembusan lembut pada api lilin. Hembusan itu melenyapkan api yang semenit lalu baru saja menyala, membuatnya menjelma menjadi gumpalan asap yang menyeruak dalam ruangan.

Hidupku berakhir, seiring dengan hembusan itu. Satu hal yang kuharap, hanya agar keinginan dan impian tuanku itu menjadi kenyataan...

Dan kalau boleh aku menambahkan satu lagi daftar keinginanku, aku ingin diberi kesempatan untuk kembali hidup... Walau tak lebih dari satu menit seperti momen tadi.

...Sekali Lagi, Sebuah Penantian

Tanggal 30 Maret 2011.
Sudah bisa disebut sebagai akhir bulan, kan?

Antara terasa dan tidak terasa, sudah hampir empat bulan aku menunggu. Dengan sekelumit kegalauan, gejolak dalam dada yang rasanya ingin melompat keluar. Di satu sisi ingin kabar itu segera datang, tapi di sisi lain ingin memperlambat waktu agar diri ini tak perlu menghadap kenyataan yang barangkali penuh pilu.

Yah, mau tidak mau, busur waktu tetap bergerak maju. Dan dalam hitungan hari, bahkan hitungan jam mungkin, sebuah jawaban dari penantianku akan segera tiba...

Mélodie d'Amour, akankah kau menjadi jawaban akan mimpiku selama bertahun-tahun terakhir ini?


*) Postingan ini berkaitan erat dengan ukiran memori tanggal 10.12.10 dan 14.03.11.

Rabu, 23 Maret 2011

Sepasang Rajutan Sayap Baru

23.03.11
Pernahkah kau rasa, kala impian itu terasa begitu jauh untuk digapai, sementara kau seakan sudah merentangkan tanganmu sepanjang yang kau bisa?

Tapi terima kasih Kim A, Fanie, Clara, Angel, Abbey.
Terima kasih sudah datang untuk menyeka air mata ini dan membuatkanku sepasang rajutan sayap untuk kembali terbang.
Seperti kata orang..
Best friend sees the first tear, catches the second, and stops the third.
:)